Bermacam Macam bentuk penderitaan yang dialami manusia jika dilihat secara Sosiologis dapat dikaji secara negatif dan positif. Secara negatif hal tersebut dapat terjadi karena paham khayalan/prasangka berlebihan yang berasal dari dalam diri seseorang sehingga dia menderita seperti kesepian karena tidak mampu (minder) untuk bersosialisasi dengan orang lain, ketakutan karena siksaan batin, kegelapan, perasaan sakit maupun perasaan gagal yang kesemuanya bisa saja terjadi karena ketidak mampuan seseorang dalam melakukan Sosialisasi sehingga dianggap melakukan tingkah laku Sosiopatik/penyimpangan perilaku sosial.
Dalam hal ini seorang individu mulai kanak-kanak hingga dewasa mempelajari pola-pola tindakan dari orang-orang disekelilingnya sehingga diharapkan mampu merasakan penderitaa orang lain dan sebaliknya. Dalam hal ini melalui interaksi seseorang dapat melepaskan penderitaan batinnya (bahasa anak mudanya 'curhat', apakah itu karena 'berantem' dengan pacarnya, permasalahan dengan keluarga atau karena ibu kost yang terus menagih uang kost sementara kiriman dari orang tua belum datang dan sebagainya) dan itu harus terjadi suatu bentuk komunikasi yang bersifat positif (seperti dengan menghindari sifat pelit dalam berteman, toleransi dan sebagainya) sehingga penderitaanya dapat hiang atau berkurang.
Sebaliknya bila dipandang secara positif berarti penderitaan tersebut ditimbulkan karena sesuatu yang telah dilakukannya. Jadi ada faktor penyebab dan akibatnya. Jadi misalnya si A terlihat sebagai seorang yang kesepian, maka kita harus mencari sebab mengapa dia menjadi kesepian; apakah karena minder (fisiknya tidak bagus), merasa miskin, mudah tersinggung dalam berteman atau dinilai pelit sehingga dijauhi oleh teman-temanya yang nantinya akan membuat si A seperti seorang yang menderita. Setelah dilakukan pengamatan terhadap si A maka bisa diambil keputusan agar dia harus percaya diri dalam berteman karena otaknya yang pintar, merasa tidak pernah melakukan pencurian dan korupsi uang, tidak bermental cengeng bila disinggung /diolok temannya atau merasa murah hati untuk membeli rokok dan membayarkan ongkos temannya sehingga dia tidak lagi merasa menderita.
Kekalutan Mental biasanya dialami oleh berbagai status individu dalam masyarakat. Biasanya terdapat dikota besar, pada anak-anak usia muda dapat saja terjadi bila mengejar sesuatu yang diinginkanya namun kemampuan tidak mencukupi maupun karena rasa cinta kasih yang tak terbalas, kaum wanita yang umumnya terlalu bersikap subjektif dan sering bersikap latah, orang-orang yang tidak beragama dengan contoh berpacaran dengan tidak tujuan untuk menikah sehingga secara fitrah dia tidak pernah merasa tenang, maupun orang-orang yang terlalu mengejar materi dengan perumpamaan dia telah dikibuli oleh orang padahal dia sudah merasa yakin akan mendapatkan materi yang dimaksudkannya sehingga jiwanya menjadi kalut yang kesemua kekalutan mental tersebut akan berdampak terjadinya agresi, regresi, fiksasi, proyeksi, identifikasi, narsisme maupun autisme dan harus diatasi dengan berkonsultasi kepada para ahli/psikiater.
Salah satu cerita tentang penderitaan manusia adalah berita tentang masyarakat Irian Jaya yang meninggal karena kelaparan akhir tahun 2009 lalu tepatnya bulan September. Sungguh menyedihkan memang, di pulau yang kaya dengan bermacam bahan tambang rakyatnya ada yang meniggal karena kelaparan dan penyakit, penderitaan seperti ini mungkin lebih banyak lagi yang di alami oleh masyarakat di Irian Jaya tetapi hanya sedikit yang muncul di berita. Tidak hanya kelaparan, penderitaan yang di alami oleh masyarakat Irian, banyak dari masyarakat Irian yang terjangkit penyakit penyakit berbahaya seperti HIV/ AIDS, bahkan di Indonesia pengidap penyakit ini lebih banyak terjadi di Irian Jaya, hal ini mungkin di sebabkan sedikitnya fasilitas kesehatan, dan penyuluhan tentang penyakit ini serta sarana transportasi yang minim di Irian jaya.
Ada juga cerita tentang penderitaan manusia yang terjadi di Polewali Mandar Sulawaesi Barat, yaitu sebuah keluarga yang terpaksa tinggal di sebuah gubuk di tengah kandang Sapi, Pasangan suami istri asal Jawa Barat ini sebenarnya sudah berkali-kali pindah lokasi. Ia mengaku beberapa tempat tinggal sementaranya kerap dijual atau dialihfungsikan oleh sang pemilik. Profesinya sebagai buruh bangunan tidak memungkinkannya untuk memiliki rumah layak huni. Jangankan itu, untuk makan sehari-hari saja Wallas dan Rabiah kebingungan. Keluarga Wallas pernah dikaruniai tiga orang anak. Namun ketiganya meninggal dunia karena tak mampu berobat saat terserang penyakit. Yang menyedihkan, Wallas tak mendapat jatah beras miskin dari pemerintah walau dirinya sudah puluhan tahun menjadi warga desa Bonorejo. Kendati serba susah, Wallas dan Rabiah tetap teguh memegang prinsip hidup. Ia tak mengizinkan keluarganya untuk mengemis, apalagi melakukan tindak kriminal seperti mencuri.
Dan masih banyak lagi kisah penderitaan yang terjadi di Indonesia maupun di luar negri, namun hubungan antara manusia dengan penderitaan itu adalah salah satu cobaan yang di berikan oleh Allah SWT kepada hambanya, yang dilakukan untuk mengetes keimanan seseorang, cobaan tersebut tidak hanya di tujukan kepada orang yang mengalami musibah tersebut tetapi juga kepada orang sekitarnya ataupun orang yang mengetahui tentang musibah itu, apakah orang di sekitarnya memiliki keinginan dan tindakan yang tulus untuk membantu meringankan penderitaan tersebut.
No comments:
Post a Comment